Strategi Dakwah Bank Syariah
Oleh: Abdul Gafur
Koordinator Kajian Keilmuan Forum Silaturrahim Alumni Al-Azhar Mesir (Forsilam) Kalsel
& Dosen Tetap Fakultas Syariah IAIN Antasari Banjarmasin
Banyak faktor yang mempengaruhi
ketertarikan seseorang untuk menjadi nasabah bank syariah. Di antaranya adalah
faktor syariah (haramnya bunga bank dan halalnya bagi hasil), faktor keuntungan,
transparansi, pelayanan, kedekatan lokasi, atau bahkan hanya sekedar coba-coba.
Beberapa penelitian tentang perilaku nasabah terhadap bank syariah
menunjukkan bahwa mereka tertarik menjadi nasabah bank syariah dikarenakan
faktor syariah seperti hasil penelitian di daerah Jawa Tengah (BI, 2000),
Sumatera Utara (BI, 2003), Sulawesi Selatan (BI, 2003), Kalimantan Selatan (BI,
2004), dan Sumatera Selatan (BI, 2004).
Inilah yang disebut, meminjam
istilah Adiwarman Karim, sebagai “pasar loyalis syariah”. Meskipun demikian,
ada juga nasabah yang menjadi nasabah bank syariah termotivasi oleh faktor
pelayanan sebagaimana hasil penelitian di daerah Jawa Timur dan Jawa Barat (BI,
2000). Nasabah ini disebut sebagai “pasar rasionalis”.
Jika kita bandingkan dari beberapa
hasil penelitian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa mayoritas masyarakat di
Indonesia yang menjadi nasabah bank syariah lebih banyak dipengaruhi oleh
faktor syariah.
Berdasarkan hal inilah, maka pihak bank syariah sendiri lebih menekankan
kepada faktor kesyariahan atau halalnya bank syariah dalam mensosialisasikan
serta mempromosikan produk dan jasanya. Hal ini bisa dilihat pada berbagai
slogan yang ada pada iklan di media, forum-forum seminar, sampai pada fatwa
pengharaman bunga bank di akhir tahun 2003.
Seiring dengan momentum maulid
Nabi Saw yang jatuh pada tanggal 17 Januari yang lalu, maka ada baiknya kita merenungkan
sejenak tentang strategi dakwah yang diterapkan beliau dalam mensosialisasikan
agama Islam yang rahmatan lil ‘alamin, yang mana strategi ini dapat
diaplikasikan dalam mensosialisasikan bank syariah ke seluruh elemen
masyarakat, baik muslim maupun non-muslim.
Strategi Dakwah Nabi Saw
Ada dua periode ketika Nabi Saw
menjalankan tugas dan misinya sebagai rasul, yaitu periode Mekkah selama kurang
lebih 13 tahun dan periode Madinah selama kurang lebih 10 tahun.
Periode Mekkah merupakan periode
awal penyebarluasan agama Islam terhadap bangsa Arab saat itu. Dalam periode
ini, beliau menerapkan strategi dakwah dengan menggunakan pendekatan akhlak.
Melalui pendekatan inilah beliau
berhasil mengajak masyarakat Mekkah untuk memeluk agama Islam. Tidak ada pendekatan hukum yang sifatnya “hitam-putih”.
dan hampir seluruh ayat yang berkenaan dengan persoalan hukum syariah tidak ditemukan
pada periode ini.
Namun setelah beliau
hijrah ke Madinah dan menetap di sana, barulah ayat-ayat yang berkenaan tentang
hukum syariah mulai turun secara berangsur-angsur. Hukum-hukum mengenai ibadah,
mu’amalah dan jinayah diatur pada periode ini. Melalui legalisasi hukum syariah
di Madinah inilah tumbuh cikal bakal sistem pemerintahan Islam yang kemudian
hari disebut sebagai ”khilafah islamiyyah”.
Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa strategi yang digunakan oleh Nabi Saw dimulai dari strategi
akhlak di kota Mekkah menuju strategi legalisasi hukum di kota Madinah.
Artinya, tanpa penghayatan akhlak yang luhur dan peletakan dasar-dasar
akidah yang mendalam maka nilai-nilai dari aplikasi hukum syariah menjadi hampa
dan tidak kokoh. Sehingga seseorang yang menaati hukum syariah murni karena
Tuhan sebagai Syari’, bukan karena adanya hukum itu sendiri.
Strategi Pemasaran Bank Syariah
Perkembangan bank syariah dari tahun ke tahun memang cukup menggembirakan.
Terlebih lagi setelah adanya fatwa pengharaman bunga bank dari Dewan Syariah
Nasional Majelis Ulama Indonesia pada akhir tahun 2003, bank syariah mengalami
pertumbuhan yang cukup signifikan.
Namun seiring dengan
pertumbuhan bank syariah di Indonesia, penulis sendiri menemukan (dalam
penelitian penulis tahun 2007) bahwa masih banyak masyarakat yang belum
mengerti tentang bank syariah, khususnya dari masyarakat non-muslim. Bahkan
dari masyarakat muslim sendiri masih banyak yang setengah hati dalam mengadopsi
jasa bank syariah dengan berbagai alasan.
Dari sini, ada baiknya bank syariah mempertimbangkan dua hal berikut ini: Pertama,
strategi yang diterapkan oleh Nabi Saw pada periode Mekkah perlu diadopsi oleh
pihak bank syariah dalam mensosialisasikan produk dan jasanya kepada
masyarakat. Sebab masyarakat sudah terlanjur lama berinteraksi dan bertransaksi
dengan bank konvensional dibandingkan dengan bank syariah yang baru berusia 20
tahun sejak tahun 1992.
Artinya, mengajak masyarakat yang sudah ”asyik” dengan bank konvensional
agar beralih kepada bank syariah sepenuh hati sangatlah sulit. Jika ajakan
tersebut didasarkan pada halal haram-nya suatu sistem (ribawi), maka himbauan
seperti ini tentu jarang dihiraukan oleh masyarakat yang sudah terbiasa
berinteraksi dengan bank konvensional, bahkan kesannya cenderung ”terpaksa”.
Tapi jika ajakan yang dilakukan melalui pendekatan psikologis dan etika
pelayanan yang baik, maka masyarakat pun akan menanggapinya dengan baik, bahkan
cenderung menyukainya. Di sisi lain, bank syariah juga mampu bersaing secara
kompetitif dengan bank konvensional yang unggul dalam kualitas pelayanan. Kedua,
sudah saatnya bank syariah mempertimbangkan istilah-istilah produk dan jasanya
yang berbau Arab, dan menggantinya dengan istilah alternatif yang lebih
universal. Sehingga nama produk dan jasa bank syariah lebih mudah dikenal dan
diingat oleh masyarakat, tidak hanya bagi masyarakat muslim yang awam tapi juga
bagi masyarakat yang non-muslim.
Berdasarkan kedua pertimbangan di atas, maka diharapkan ke depannya bank
syariah dapat berkembang luas dan dikenal oleh seluruh kalangan masyarakat. Wallahu
a’lam.
Sumber: http://banjarmasin.tribunnews.com/2013/02/08/bank-syariah-perlu-istilah-alternatif
Tidak ada komentar:
Posting Komentar