Halaman

Sabtu, 09 Februari 2013

Strategi Dakwah Bank Syariah

Strategi Dakwah Bank Syariah

Oleh: Abdul Gafur
Koordinator Kajian Keilmuan Forum Silaturrahim Alumni Al-Azhar Mesir (Forsilam) Kalsel
 & Dosen Tetap Fakultas Syariah IAIN Antasari Banjarmasin


Banyak faktor yang mempengaruhi ketertarikan seseorang untuk menjadi nasabah bank syariah. Di antaranya adalah faktor syariah (haramnya bunga bank dan halalnya bagi hasil), faktor keuntungan, transparansi, pelayanan, kedekatan lokasi, atau bahkan hanya sekedar coba-coba.
Beberapa penelitian tentang perilaku nasabah terhadap bank syariah menunjukkan bahwa mereka tertarik menjadi nasabah bank syariah dikarenakan faktor syariah seperti hasil penelitian di daerah Jawa Tengah (BI, 2000), Sumatera Utara (BI, 2003), Sulawesi Selatan (BI, 2003), Kalimantan Selatan (BI, 2004), dan Sumatera Selatan (BI, 2004).
Inilah yang disebut, meminjam istilah Adiwarman Karim, sebagai “pasar loyalis syariah”. Meskipun demikian, ada juga nasabah yang menjadi nasabah bank syariah termotivasi oleh faktor pelayanan sebagaimana hasil penelitian di daerah Jawa Timur dan Jawa Barat (BI, 2000). Nasabah ini disebut sebagai “pasar rasionalis”.
Jika kita bandingkan dari beberapa hasil penelitian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa mayoritas masyarakat di Indonesia yang menjadi nasabah bank syariah lebih banyak dipengaruhi oleh faktor syariah.
Berdasarkan hal inilah, maka pihak bank syariah sendiri lebih menekankan kepada faktor kesyariahan atau halalnya bank syariah dalam mensosialisasikan serta mempromosikan produk dan jasanya. Hal ini bisa dilihat pada berbagai slogan yang ada pada iklan di media, forum-forum seminar, sampai pada fatwa pengharaman bunga bank di akhir tahun 2003.
Seiring dengan momentum maulid Nabi Saw yang jatuh pada tanggal 17 Januari yang lalu, maka ada baiknya kita merenungkan sejenak tentang strategi dakwah yang diterapkan beliau dalam mensosialisasikan agama Islam yang rahmatan lil ‘alamin, yang mana strategi ini dapat diaplikasikan dalam mensosialisasikan bank syariah ke seluruh elemen masyarakat, baik muslim maupun non-muslim.

Strategi Dakwah Nabi Saw
Ada dua periode ketika Nabi Saw menjalankan tugas dan misinya sebagai rasul, yaitu periode Mekkah selama kurang lebih 13 tahun dan periode Madinah selama kurang lebih 10 tahun.
Periode Mekkah merupakan periode awal penyebarluasan agama Islam terhadap bangsa Arab saat itu. Dalam periode ini, beliau menerapkan strategi dakwah dengan menggunakan pendekatan akhlak.
Melalui pendekatan inilah beliau berhasil mengajak masyarakat Mekkah untuk memeluk agama Islam. Tidak ada pendekatan hukum yang sifatnya “hitam-putih”. dan hampir seluruh ayat yang berkenaan dengan persoalan hukum syariah tidak ditemukan pada periode ini.
            Namun setelah beliau hijrah ke Madinah dan menetap di sana, barulah ayat-ayat yang berkenaan tentang hukum syariah mulai turun secara berangsur-angsur. Hukum-hukum mengenai ibadah, mu’amalah dan jinayah diatur pada periode ini. Melalui legalisasi hukum syariah di Madinah inilah tumbuh cikal bakal sistem pemerintahan Islam yang kemudian hari disebut sebagai ”khilafah islamiyyah”.
            Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa strategi yang digunakan oleh Nabi Saw dimulai dari strategi akhlak di kota Mekkah menuju strategi legalisasi hukum di kota Madinah.
Artinya, tanpa penghayatan akhlak yang luhur dan peletakan dasar-dasar akidah yang mendalam maka nilai-nilai dari aplikasi hukum syariah menjadi hampa dan tidak kokoh. Sehingga seseorang yang menaati hukum syariah murni karena Tuhan sebagai Syari’, bukan karena adanya hukum itu sendiri.

Strategi Pemasaran Bank Syariah
Perkembangan bank syariah dari tahun ke tahun memang cukup menggembirakan. Terlebih lagi setelah adanya fatwa pengharaman bunga bank dari Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia pada akhir tahun 2003, bank syariah mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan.
            Namun seiring dengan pertumbuhan bank syariah di Indonesia, penulis sendiri menemukan (dalam penelitian penulis tahun 2007) bahwa masih banyak masyarakat yang belum mengerti tentang bank syariah, khususnya dari masyarakat non-muslim. Bahkan dari masyarakat muslim sendiri masih banyak yang setengah hati dalam mengadopsi jasa bank syariah dengan berbagai alasan.
Dari sini, ada baiknya bank syariah mempertimbangkan dua hal berikut ini: Pertama, strategi yang diterapkan oleh Nabi Saw pada periode Mekkah perlu diadopsi oleh pihak bank syariah dalam mensosialisasikan produk dan jasanya kepada masyarakat. Sebab masyarakat sudah terlanjur lama berinteraksi dan bertransaksi dengan bank konvensional dibandingkan dengan bank syariah yang baru berusia 20 tahun sejak tahun 1992.
Artinya, mengajak masyarakat yang sudah ”asyik” dengan bank konvensional agar beralih kepada bank syariah sepenuh hati sangatlah sulit. Jika ajakan tersebut didasarkan pada halal haram-nya suatu sistem (ribawi), maka himbauan seperti ini tentu jarang dihiraukan oleh masyarakat yang sudah terbiasa berinteraksi dengan bank konvensional, bahkan kesannya cenderung ”terpaksa”.
Tapi jika ajakan yang dilakukan melalui pendekatan psikologis dan etika pelayanan yang baik, maka masyarakat pun akan menanggapinya dengan baik, bahkan cenderung menyukainya. Di sisi lain, bank syariah juga mampu bersaing secara kompetitif dengan bank konvensional yang unggul dalam kualitas pelayanan. Kedua, sudah saatnya bank syariah mempertimbangkan istilah-istilah produk dan jasanya yang berbau Arab, dan menggantinya dengan istilah alternatif yang lebih universal. Sehingga nama produk dan jasa bank syariah lebih mudah dikenal dan diingat oleh masyarakat, tidak hanya bagi masyarakat muslim yang awam tapi juga bagi masyarakat yang non-muslim.
Berdasarkan kedua pertimbangan di atas, maka diharapkan ke depannya bank syariah dapat berkembang luas dan dikenal oleh seluruh kalangan masyarakat. Wallahu a’lam.    


Sumber: http://banjarmasin.tribunnews.com/2013/02/08/bank-syariah-perlu-istilah-alternatif

Tidak ada komentar:

Posting Komentar